Jumat, 30 Maret 2012

BBM (APRIL) MOP

Siapa yang tidak kenal dengan April Mop. Perayaan “kebohongan” ini biasanya dirayakan pada tanggal 1 april, sehingga dinamakan april mop. Perayaan ini biasanya menghalalkan segala bentuk kebohongan yang umumnya bertujuan untuk mengerjai atau menghibur orang lain yang ingin kita telah targetkan. Orang yang telah kita kerjai itu pun tidak boleh emosi atau marah terhadap apa yang telah kita perbuat. Tapi bisa membalasnya dengan memberikan kobohongan yang lain. Sehingga makin lengkaplah sudah, kebohongan dibalas dengan kebohongan.



SEJARAH APRIL MOP

Para sejarawan telah meneliti hingga berabad-abad lamanya. Asal-asul April mop masih merupakan misteri dengan banyak teori berebut untuk diakui masyarakat.
Salah satunya adalah kejadian tahun 1582. Saat itu Paus Gregorius XIII memerintahkan penggantian kalender Julian. Tradisi populer menceritakan bahwa beberapa orang Eropa tidak mengetahui perubahan tersebut dan terus merayakan Tahun Baru pada tanggal 1 April dari kalender Julian sebelumnya.
Seorang profesor sejarah di Universitas Boston, Joseph Boskin, memberikan penjelasan lain. Dia mengatakan bahwa April Mop dimulai pada masa pemerintahan Constantine.
Constantine yang humoris memperbolehkan badut istana bernama Kugel untuk menjadi raja selama satu hari. Selanjutnya, badut tersebut mendeklarasikan tanggal 1 April sebagai 'day of absurdity' atau hari yang tidak masuk akal yang kemudian menjadi acara tahunan.
The Associated Press (AP) menerbitkan cerita ini. Butuh berapa minggu untuk menyadari bahwa cerita tersebut adalah palsu, bagian dari April Mop. Boskin mengarang cerita tersebut.
Sedangkan yang lain memercayai bahwa April mop adalah praktek kuno. Meskipun tidak dirayakan pada hari yang sama, kebudayaan kuno telah mengamati hari ketika orang-orang dapat membuat lelucon bersama.
Polandia, Skotlandia, dan Denmark adalah negara-negara yang merayakan hari penuh lelucon mereka sendiri. Semua hal serius dilarang pada hari tersebut.
Prancis menjuluki 1 April dengan sebutan 'Poisson d'Avril' atau ' April Fish' ketika anak-anak Prancis menempelkan gambar ikan pada punggung temannya. Hal ini pun langsung disambut dengan meneriakan kata 'Poisson d'Avril'.
Lelucon-lelucon berupa peringatan palsu menjadi berita yang membingungkan sepanjang hari. Selama bertahun-tahun, melalui trik sederhana sebuah lelucon berkembang menjadi 'hoax' yang tersebar kemanapun melalui berbagai macam media.
Satu lelucon yang terkenal yang disebut "pohon spaghetti" dirilis oleh BBC dalam program televisi pada tahun 1957. Sejumlah besar orang terkecoh bahwa Swiss memanen spaghetti dari pohon dan banyak yang menghubungi BBC karena keingintahuan cara mereka membuat pohon spaghetti mereka sendiri. Tipuan ini pun diabadikan dalam sebuah film di 'St Albans'.
Namun berbeda dari negara lain, di Filipina, hari lelucon jatuh pada tanggal 28 Desember dan lebih dikenal dengan sebutan NiƱos Inocentes (Hari Keluguan). Hari ini juga dirayakan di Belgia dan negara Latin lainnya.
Beberapa orang menyatakan penyebaran budaya April Mop dikarenakan kecanggihan teknologi karena teknologi memudahkan orang menyebarkan lelucon.
Walaupun terkadang membuat resah sebagian orang, penulis Angelina Rasale menganggap, budaya ini harus dipertahankan. "April mop adalah hari saat kita dapat bersenang-senang," ujarnya.
Di Amerika Serikat dan negara barat lainnya, lelucon April Mop akan berlangsung sepanjang hari. Namun di beberapa negara April mop hanya berlaku hingga tengah hari.
Menurut permainan anak-anak, siapa pun yang tidak berhasil memainkan lelucon pada temannya akan menjadi bahan olokan karena semua sudah menyadari lelucon April Mop-nya. (http://www.kaskus.us/showthread.php?t=7798412)


BBM di April Mop

Siapa yang tidak menyaksikan rapat paripurna tentang kenaikan BBM (tanggal 30 Maret 2012)? Rapat yang berjalan dengan sangat alot tersebut dan dihujani dengan interupsi akhirnya memutuskan bahwa kenaikan BBM ditunda. Sebanyak 83 anggota dewan memilih opsi pertama, yaitu BBM naik, sebagaimana tercantum di pasal 7ayat 6 RUU APBN-P 2012. Sementara sebanyak 366 anggota dewan lagi memilih opsi yang kedua, yakni setuju pasal 7 ayat 6 ditambah ayat 6a, yang berbunyi dalam hal harga rata-rata minyak mentah Indonesia. Dengan kata lain, harga BBM bisa saja naik kembali pada waktu-waktu tertentu, sesuai dengan harga minyak mentah dunia. Kesimpulannya, bahwa dengan memilih opsi kedua, maka berarti bahwa dalam waktu dekat ini tidak ada kenaikan BBM.
Kita dapat belajar dari kejadian ini, bahwa pemerintahan Indonesia sedang merayakan April Mop. Ketidakjelasan keputusan dari wakil rakyat, perubahan pasal-pasal dalam RUU APBN, dan bahkan aksi demonstrasi mahasiswa di berbagai daerah memberikan warna-warni lelucon di dalam Negara kita tercinta ini.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Faktor utamanya adalah rakyat sudah tidak percaya lagi dengan kobohongan dari wakil rakyat. Janji-jani yang dulu diucapkan sewaktu kampanye tidak terealisasi hingga sekarang. Masyarakat miskin bertambah banyak, meskipun pemerintah berdalih telah sukses mengurangi angka kemiskinan. Kesejahteraan masyarakat menurun, dan pengangguran semakin meningkat. Dan patut diingat, kejadian ini tidak terjadi di bulan April.
Kedua, naik turunnya BBM mencirikan ketidakbecusan wakil rakyat mewakili rakyat. Mereka menganggap segala perubahan keputusan itu semudah memutarbalikkan tangan. Mereka tidak mengantisipasi, sebelum naik BBM, harga sembako sudah melonjak sangat tajam. Segala ketidakpastian keputusan akan berdampak dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Ketiga, layaknya seperti anak kecil, rapat paripurna itu seperti sekumpulan anak-anak yang sedang bermain. Perkelahian, interupsi, menentang pendapat anggota yang lain, sungguh-sungguh tidak mencerminkan sikap demokrasi yang sehat. Sungguh suatu lelucon yang sangat lucu, mengapa rakyat bisa memilih wakil rakyat yang seperti itu. Dan rapat seperti itu seharusnya layak disensor oleh pihak KPI.

Kenaikan BBM bukanlah April Mop

April Mop sebenarnya bertujuan untuk menghibur. Lelucon yang dibumbui dengan kobohongan ini bertujuan untuk mempererat hubungan pertemanan kita. Melakukan budaya ini boleh-boleh saja, asalkan kita tidak membuat resah banyak orang.
Namun kenaikan harga BBM ini bukanlah untuk merayakan April Mop. Kenaikan harga BBM sudah meresahkan masyarakat Indonesia. Kejadian di ruang rapat paripurna itu pun bukanlah lelucon yang sifatnya mempererat hubungan pertemanan. Melainkan memancing efek emosional yang berujung ke arah radikal.
Hendaknya kita semua masyarakat belajar untuk menganalisis segala informasi. Jangan langsung bersikap anarki. Kita tidak mengetahui kapan wakil rakyat kita berakting di panggung sandiwara gedung DPR.
Wakil rakyat juga hendaknya jangan suka bersandiwara, mengatakan membela rakyat kaum jelata, yang ternyata hanya mementingkan pribadinya. Jangan suka mengambil keputusan yang merugikan rakyat, dan janganlah mempertontonkan tindakan yang tidak menunjukkan norma-norma. Karena Indonesia adalah Negara yang sangat mencintai norma.
Wakil rakyat hendaknya janganlah suka berbohong. Mengatakan benci korupsi, padahal justru sangat menjunjung jiwa kekorupsian.
Jika memang ingin dan sangat ingin berbohong, mengatasnamakan lelucon dan memperat hubungan pertemanan, dapatlah kalian lakukan di April Mop.



Jumat, 23 Maret 2012

JENIS-JENIS SURAT

1. Menurut kepentingan dan pengirimnya, surat dapat dikelompokkan sebagai berikut :


A. SURAT PRIBADI
Yaitu surat yang dikirimkan seseoarang kepada orang lain atau suatu oarganisasi/instansi. Surat lamaran termasuk surat pribadi. Atau pengertian dari surat pribadi adalah surat yang dibuat oleh seseorang yang isinya menyangkut kepentingan pribadi. Sedangkan yang termasuk surat pribadi adalah :
Surat lamaran termasuk surat pribadi. Pengertian surat pribadi adalah surat yang dibuat oleh seseorang yang isinya menyangkut kepentingan pribadi. Sedangkan yang termasuk surat pribadi adalah :

a. Surat keluarga
b. Surat lamaran pekerjaan
c. Surat perijinan



Surat Keluarga
Surat keluarga adalah surat yang dibuat seseorang yang isinya menyangkut kepentingan pribadi atau keluarga.
Surat keluarga biasanya dibuat oleh anak kepada orangtuanya karena dalam perantauan (misalnya kuliah atau bekerja di tempat yang jauh), bisa juga surat dari saudara yang satu dengan yang lain dan berlainan tempat.

Surat Lamaran Pekerjaan
Surat lamaran pekerjaan adalah surat yang dibuat seseorang ( pelamar ) yang ditujukan kepada kantor atau perusahaan tertentu guna mendapatkan pekerjaan sesuai dengan lowongan pekerjaan yang ditawarkan.
Untuk membuat surat lamaran pekerjaan perlu memperhatikan tahap-tahapnya yaitu :

1. Sumber informasi
2. Pedoman penulisan
3. Lampiran yang diminta
4. Proses pengajuan surat lamaran

Sumber Informasi
Saat ini sangat banyak informasi lowongan pekerjaan yang dapat diperoleh dengan mudah dari berbagai sumber informasi tinggal bagaimana seorang pencari kerja dapat memanfaatkan berbagai sumber yang ada. Sumber informasi lowongan pekerjaan tersebut di antaranya dari :

1. Iklan Surat Kabar, Radio, Televisi atau Internet
2. Pengumuman yang berasal dari kantor/perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja
3. Pengumuman dari DEPNAKER
4. Pegawai kantor atau perusahaan, dan sebagainya

Pedoman Penulisan Surat Lamaran
1. Surat lamaran dapat ditulis tangan oleh pelamar dengan kertas folio bergaris tetapi tidak boleh pada halaman bolak-balik atau diketik dengan kualitas kertas yang baik (HVS minimal 60 gram) dengan jarak baris 1,5 spasi.
Pada bagian tanda tangan surat lamaran seringkali suatu kantor khususnya kantor pemerintah menghendaki perlunya dibubuhi materai.
2. Isi surat lamaran terdiri dari :
a. Tempat dan tanggal surat
b. Alamat surat
c. Perihal
d. Salam pembuka
e. Kalimat pembuka
f. Data pribadi g. Data lampiran
h. Kalimat penutup
i. Kata penutup
j. Tanda tangan dan nama jelas
k. Materai jika diminta

Lampiran Surat Lamaran
Lampiran surat lamaran disesuaikan dengan permintaan dari sumber informasi dan penyusunannya diurutkan kecuali untuk pas foto dan foto copy bisa diletakkan di atas susunan lamaran, bisa juga pelamar menambahkan persyaratan lain yang sifatnya melengkapi syarat yang sudah ada agar lebih bisa menjadi bahan pertimbangan.
Apabila sumber informasi lowongan kerja tidak mencantumkan/meminta syarat secara lengkap biasanya pelamar melengkapi surat lamarannya dengan melampirkan :

1. Daftar Riwayat Hidup
2. Foto Copy Ijasah
3. Foto Copy KTP dan
4. Pas foto

Proses Pengajuan
Apabila surat lamaran sudah dibuat dan semua lampiran sudah siap maka langkah selanjutnya adalah dikemas atau dimasukkan ke dalam map atau amplop dan di halaman muka ditulis alamat kantor atau perusahaan yang dituju dan perihalnya.
Selanjutnya lamaran siap dikirim atau diserahkan dan yang perlu diperhatikan adalah waktu pengiriman atau penyerahan lamaran jangan sampai melewati batas waktu penerimaan lamaran.

Surat Perijinan
Surat Perijinan adalah surat yang ditulis seseorang yang isinya menyangkut permohonan ijin kepada pihak tertentu untuk mendapatkan ijin yang dimaksudkan.
Selain surat bersifat pribadi kepada instansi atau kantor tempat kerja seseorang, surat ijin juga diperlukan untuk mendapatkan ijin dari pihak pihak tertentu apabila seseorang atau sebuah keluarga ingin mengadakan suatu kegiatan atau keramaian di masyarakat hal ini dimaksudkan agar jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan pihak tersebut bisa ikut bertanggung jawab.
Contoh :
1. Surat ijin untuk tidak masuk kerja / sekolah
2. Surat ijin untuk mengadakan keramaian / hajatan kepada RT atau Lurah dan sebagainya


B. SURAT RESMI
Adalah surat yang disampaikan oleh suatu instansi/lembaga kepada seseorang atau lembaga/instansi lainnya.

Serat resmi (surat dinas) terbagi atas beberapa bagian, yaitu:

1. Surat dinas pemerintah, yaitu surat resmi yang digunakan instansi pemerintah untuk kepentingan adminiustrasi pemerintahan.
2. Surta niaga, yaitu surat resmi yang dipergunakan oleh perusahaan atau badan usaha.
3. Surta sosial, yaitu surat resmi yanng dipergunakan oleh organisasi kemasyarakatan yang bersifat nirlaba ( nonprofit).

Bagian-bagian surat resmi:

1. Kepala/kop surat, terdiri dari
- Nama instansi/lembaga, ditulis dengan huruf kapital/huruf besar
- Alamat instansi/lembaga, ditulis dengan variasi huruf besar dan kecil
- Logo instansi/lembaga

2. Nomor surat, yakni urutan surat yang dikirimkan
3. Lampiran, berisi lembaran lain yang disertakan selain surat
4. Hal, berupa garis besar isi surat
5. Tanggal surat (penulisan di sebelah kanan sejajar dengan nomor surat)
6. Alamat yang dituju (jangan gunakan kata kepada)
7. Pembuka/salam pembuka (diakhiri tanda koma)
8. Isi surat
(-Uraian isi berupa uraian hari, tanggal, waktu, tempat, dan sebagainya ditulis dengan huruf kecil, terkecuali penulisan berdasarkan ejaan yang disempurnakan (EYD) haruslah menyesuaikan).
9. Penutup surat
10. Penutup surat, berisi
- salam penutup
- jabatan
- tanda tangan
- nama (biasanya disertai nomor induk pegawai atau NIP)
11. tembusan surat, berupa penyertaan/pemberitahuan kepada atasan tentang adanya suatu kegiatan.

C. MEMO
Alat komunikasi bertulis di dalam jabatan sendiri untuk berhubung secara rasmi.

2. menuirut isinya, surat dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Surat pemberitahuan
b. Surat keputusan.
c. Surat perintah.
d. Surat permintaan
e. Surat panggilan
f. Surat peringatan
g. Suirat perjanjian
h. Surat laporan
i. Surat pengantar
j. Surat penawaran
k. Surat pemesanan
l. Surat undangan dan
m. Surat lamaran pekerjaan.

3. menurut sifatnya surat dapat diklasifikasikan sebagai berikkut :
a. surat biasa, artinya, isi surat dapat diketahui oleh oranng lain selain yangn dituju.
b. surat konfidensial ( terbatas), maksudnya, isi surat hanya boleh diketahui oleh kalangan tertentu yang terkait saja.
c. surat rahasia, yaitu surat yang isinya hanya boleh diketahui orang yang dituju saja.

4. berdaraskan banyaknya sasaran, surat dapat dikelompokkan menjadi surta biasa, surat edaran, dan surat pengumuman.

5. berdasarkan tingkat kepentingan penyelesainnya, surat terbagi atas surat biasa, surat kilat, dan surat kilat khusus.

6. berdasarkan wujudnya, surat terbagi atas surat bersampul, kartu pos, warkatpos, telegram, teleks atau faksimile, serta memo dan nota.

7. berdasarkan ruang lingkupo sasarannya, surat terbagi atas surat intern dan surat ekstern.

sumber: http://saprida.blogspot.com/2009/11/jenis-jenis-surat.html




Kamis, 26 Januari 2012

PROSA

Karangan prosa ialah karangan yang bersifat menerangjelaskan secara terurai mengenai suatu masalah atau hal atau peristiwa dan lain-lain. Pada dasarnya karya bentuk prosa ada dua macam, yakni karya sastra yang bersifat sastra dan karya sastra yang bersifat bukan sastra. Yang bersifat sastra merupakan karya sastra yang kreatif imajinatif, sedangkan karya sastra yang bukan sastra ialah karya sastra yang nonimajinatif.

Macam Karya Sastra Bentuk Prosa
Dalam khasanah sastra Indonesia dikenal dua macam kelompok karya sastra menurut temanya, yakni karya sastra lama dan karya sastra baru. Hal itu juga berlaku bagi karya sastra bentuk prosa. Jadi, ada karya sastra prosa lama dan karya sastra prosa baru.
Perbedaan prosa lama dan prosa baru menurut Dr. J. S. Badudu adalah:
Prosa lama:
1. Cenderung bersifat stastis, sesuai dengan keadaan masyarakat lama yang mengalami perubahan secara lambat.
2. Istanasentris ( ceritanya sekitar kerajaan, istana, keluarga raja, bersifat
feodal).
3. Hampir seluruhnya berbentuk hikayat, tambo atau dongeng. Pembaca
dibawa ke dalam khayal dan fantasi.
4. Dipengaruhi oleh kesusastraan Hindu dan Arab.
5. Ceritanya sering bersifat anonim (tanpa nama)
6. Milik bersama
Prosa Baru:
1. Prosa baru bersifat dinamis (senantiasa berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat)
2. Masyarakatnya sentris ( cerita mengambil bahan dari kehidupan masyarakat sehari-hari)
3. Bentuknya roman, cerpen, novel, kisah, drama. Berjejak di dunia yang nyata, berdasarkan kebenaran dan kenyataan
4. Terutama dipengaruhi oleh kesusastraan Barat
5. Dipengaruhi siapa pengarangnya karena dinyatakan dengan jelas
6. Tertulis
1. Prosa lama
Prosa lama adalah karya sastra daerah yang belum mendapat pengaruh dari sastra atau kebudayaan barat. Dalam hubungannya dengan kesusastraan Indonesia maka objek pembicaraan sastra lama ialah sastra prosa daerah Melayu yang mendapat pengaruh barat. Hal ini disebabkan oleh hubungannya yang sangat erat dengan sastra Indonesia. Karya sastra prosa lama yang mula-mula timbul disampaikan secara lisan. Disebabkan karena belum dikenalnya bentuk tulisan. Dikenal bentuk tulisan setelah agama dan kebudayaan Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Melayu mengenal tulisan. Sejak itulah sastra tulisan mulai dikenal dan sejak itu pulalah babak-babak sastra pertama dalam rentetan sejarah sastra Indonesia mulai ada.
Bentuk-bentuk sastra prosa lama adalah:
a. Mite adalah dongeng yang banyak mengandung unsur-unsur ajaib dan ditokohi oleh dewa, roh halus, atau peri. Contoh Nyi Roro Kidul
b. Legenda adalah dongeng yang dihubungkan dengan terjadinya suatu tempat. Contoh: Sangkuriang, SI Malin Kundang
c. Fabel adalah dongeng yang pelaku utamanya adalah binatang. Contoh: Kancil
d. Hikayat adalah suatu bentuk prosa lama yang ceritanya berisi kehidupan raja-raja dan sekitarnya serta kehidupan para dewa. Contoh: Hikayat Hang Tuah.
e. Dongeng adalah suatu cerita yang bersifat khayal. Contoh: Cerita Pak Belalang.
f. Cerita berbingkai adalah cerita yang di dalamnya terdapat cerita lagi yang dituturkan oleh pelaku-pelakunya. Contoh: Seribu Satu Malam
1. Prosa Baru
Prosa baru adalah karangan prosa yang timbul setelah mendapat pengaruh sastra atau budaya Barat. Prosa baru timbul sejak pengaruh Pers masuk ke Indonesia yakni sekitar permulaan abad ke-20. Contoh: Nyai Dasima karangan G. Fransis, Siti mariah karangan H. Moekti.
Berdasarkan isi atau sifatnya prosa baru dapat digolongkan menjadi:
1. Roman adalah cerita yang mengisahkan pelaku utama dari kecil sampai mati, mengungkap adat/aspek kehidupan suatu masyarakat secara mendetail/menyeluruh, alur bercabang-cabang, banyak digresi (pelanturan). Roman terbentuk dari pengembangan atas seluruh segi kehidupan pelaku dalam cerita tersebut. Contoh: karangan Sutan Takdir Alisjahbana: Kalah dan Manang, Grota Azzura, Layar Terkembang, dan Dian yang Tak Kunjung Padam
2. Riwayat adalah suatu karangan prosa yang berisi pengalaman-pengalaman hidup pengarang sendiri (otobiografi) atau bisa juga pengalaman hidup orang sejak kecil hingga dewasa atau bahkan sampai meninggal dunia. Contoh: Soeharto Anak Desa atau Prof. Dr. B.I Habibie atau Ki hajar Dewantara.
3. Otobiografi adalah karya yang berisi daftar riwayat diri sendiri.
4. Antologi adalah buku yang berisi kumpulan karya terplih beberapa orang. Contoh Laut Biru Langit Biru karya Ayip Rosyidi
5. Kisah adalah riwayat perjalanan seseorang yang berarti cerita rentetan kejadian kemudian mendapat perluasan makna sehingga dapat juga berarti cerita. Contoh: Melawat ke Jabar – Adinegoro, Catatan di Sumatera – M. Rajab.
6. Cerpen adalah suatu karangan prosa yang berisi sebuah peristiwa kehidupan manusia, pelaku, tokoh dalam cerita tersebut. Contoh: Tamasya dengan Perahu Bugis karangan Usman. Corat-coret di Bawah Tanah karangan Idrus.
7. Novel adalah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dan kehidupan orang-orang. Contoh: Roromendut karangan YB. Mangunwijaya.
8. Kritik adalah karya yang menguraikan pertimbangan baik-buruk suatu hasil karya dengan memberi alasan-alasan tentang isi dan bentuk dengan kriteria tertentu yangs ifatnya objektif dan menghakimi.
9. Resensi adalah pembicaraan/pertimbangan/ulasan suatu karya (buku, film, drama, dll.). Isinya bersifat memaparkan agar pembaca mengetahui karya tersebut dari ebrbagai aspek seperti tema, alur, perwatakan, dialog, dll, sering juga disertai dengan penilaian dan saran tentang perlu tidaknya karya tersebut dibaca atau dinikmati.
10. Esei adalah ulasan/kupasan suatu masalah secara sepintas lalu berdasarkan pandangan pribadi penulisnya. Isinya bisa berupa hikmah hidup, tanggapan, renungan, ataupun komentar tentang budaya, seni, fenomena sosial, politik, pementasan drama, film, dll. menurut selera pribadi penulis sehingga bersifat sangat subjektif atau sangat pribadi.



PERIODISASI SASTRA

Periodisasi sastra adalah pembabakan waktu terhadap perkembangan sastra yang ditandai dengan ciri-ciri tertentu. Maksudnya tiap babak waktu (periode) memiliki ciri tertentu yang berbeda dengan periode yang lain.

1. Zaman Sastra Melayu Lama
Zaman ini melahirkan karya sastra berupa mantra, syair, pantun, hikayat, dongeng, dan bentuk yang lain.
2. Zaman Peralihan
Zaman ini dikenal tokoh Abdullah bin Abdulkadir Munsyi. Karyanya dianggap bercorak baru karena tidak lagi berisi tentang istana danraja-raja, tetapi tentang kehidupan manusia dan masyarakat yang nyata, misalnya Hikayat Abdullah (otobiografi), Syair Perihal Singapura Dimakan Api, Kisah Pelayaran Abdullah ke Negeri Jedah. Pembaharuan yang ia lakukan tidak hanya dalam segi isi, tetapi juga bahasa. Ia tidak lagi menggunakan bahasa Melayu yang kearab-araban.
3. Zaman Sastra Indonesia
a. Angkatan Balai Pustaka (Angkatan 20-an)
Ciri umum angkatan ini adalah tema berkisari tentang konflik adat antara kaum tua dengan kaum muda, kasih tak sampai, dan kawin paksa, bahan ceritanya dari Minangkabau, bahasa yang dipakai adalah bahasa Melayu, bercorak aliran romantik sentimental.
Tokohnya adalah Marah Rusli (roman Siti Nurbaya), Merari Siregar (roman Azab dan Sengsara), Nur Sutan Iskandar (novel Apa dayaku Karena Aku Seorang Perempuan), Hamka (roman Di Bawah Lindungan Ka’bah), Tulis Sutan Sati (novel Sengsara Membawa Nikmat), Hamidah (novel Kehilangan Mestika), Abdul Muis (roman Salah Asuhan), M Kasim (kumpulan cerpen Teman Duduk)
b. Angkatan Pujangga Baru (Angkatan 30-an)
Cirinya adalah 1) bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia modern, 2) temanya tidak hanya tentang adat atau kawin paksa, tetapi mencakup masalah yang kompleks, seperti emansipasi wanita, kehidupan kaum intelek, dan sebagainya, 3) bentuk puisinya adalah puisi bebas, mementingkan keindahan bahasa, dan mulai digemari bentuk baru yang disebut soneta, yaitu puisi dari Italia yang terdiri dari 14 baris, 4) pengaruh barat terasa sekali, terutama dari Angkatan ’80 Belanda, 5)aliran yang dianut adalah romantik idealisme, dan 6) setting yang menonjol adalah masyarakat penjajahan.
Tokohnya adalah STA Syhabana (novel Layar Terkembang, roman Dian Tak Kunjung Padam), Amir Hamzah (kumpulan puisi Nyanyi Sunyi, Buah Rindu, Setanggi Timur), Armin Pane (novel Belenggu), Sanusi Pane (drama Manusia Baru), M. Yamin (drama Ken Arok dan Ken Dedes), Rustam Efendi (drama Bebasari), Y.E. Tatengkeng (kumpulan puisi Rindu Dendam), Hamka (roman Tenggelamnya Kapa nVan Der Wijck).
c. Angkatan ’45
Ciri umumnya adalah bentuk prosa maupun puisinya lebih bebas, prosanya bercorak realisme, puisinya bercorak ekspresionisme, tema dan setting yang menonjol adalah revolusi, lebih mementingkan isi daripada keindahan bahasa, dan jarang menghasilkan roman seperti angkatan sebelumnya.
Tokohnya Chairil Anwar (kumpulan puisi Deru Capur Debu, kumpulan puisi bersama Rivai Apin dan Asrul Sani Tiga Menguak Takdir), Achdiat Kartamiharja (novel Atheis), Idrus (novel Surabaya, Aki), Mochtar Lubis (kumpulan drama Sedih dan Gembira), Pramduya Ananta Toer (novel Keluarga Gerilya), Utuy Tatang Sontani (novel sejarah Tambera)
d. Angkatan ’66
Ciri umumnya adalah tema yang menonjol adalah protes sosial dan politik, menggunakan kalimat-kalimat panjang mendekati bentuk prosa.
Tokohnya adalah W.S. Rendra (kumpulan puisi Blues untuk Bnie, kumpulan puisi Ballada Orang-Orang Tercinta), Taufiq Ismail (kumpulan puisi Tirani, kumpulan puisi Benteng), N.H. Dini (novel Pada Sebuah Kapal), A.A. Navis (novel Kemarau), Toha Mohtar (novel Pulang), Mangunwijaya (novel Burung-burung Manyar), Iwan Simatupang (novel Ziarah), Mochtar Lubis (novel Harimau-Harimau), Mariannge Katoppo (novel Raumannen).



Senin, 26 Desember 2011

RESENSI BUKU

Sebenarnya, apa sih yang dimaksud dengan resensi buku? Istilah resensi dapat diartikan sebagai tulisan tentang pertimbangan buku atau wawasan tentang baik atau kurang baiknya kualitas suatu tulisan yang terdapat di dalam suatu buku.

Namun makna kata resensi akhir-akhir ini meluas dan tidak hanya penilaian terhadap kualitas suatu buku. Oleh sebab itu, kata resensi dewasa ini diartikan sebagai suatu tulisan yang memberikan penilaian terhadap suatu karya buku (fiksi dan nonfiksi), pementasan film, drama, atau musik dengan cara mengungkapkan segi keunggulan dan kelemahan secara objektif.
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa resensi merupakan salah satu upaya menghargai tulisan atau karya orang lain dengan cara memberikan komentar secara objektif. Di dalam hal ini harus dihindari sejauh mungkin sifat subjektivitas penulis resensi terhadap bahan yang akan diresensi atau rasa senang dan tidak senang terhadap seseorang. Selain itu, penulis resensi harus memiliki wawasan yang cukup tentang bahan yang akan diresensi.
Menulis resensi sebagai salah satu upaya memperkenalkan suatu buku kepada orang lain yang belum membaca buku tersebut sehingga setelah membaca resensi, orang tersebut tergerak hatinya untuk membaca karya orang lain. Dengan demikian, tujuan meresensi menjadi meluas, di antaranya sebagai alat promosi suatu karya kepada khalayak yang belum mengetahui karya tersebut. Saat ini, selain resensi buku dikenal juga resensi film, resensi drama, resensi musik atau kaset dan sebagainya.
Resensi memang dimaksudkan untuk memberi¬tahukan kepada khalayak pembaca tentang kehadiran sebuah buku baru dari segi waktu penerbitan maupun temanya. Namun itu tidak berarti buku lama tidak layak untuk diresensi. Buku lama yang isi atau temanya masih atau kembali menjadi relevan dengan situasi aktual saat ini, juga sangat baik untuk diresensi. Sebagai contoh, Anda dapat meresensi novel Layar Terkembang, meskipun novel itu diterbitkan tahun 1930-an. Novel tersebut bertema perjuangan wanita untuk menyejajarkan dengan laki-laki dalam berkarier yang saat ini sedang gencar-gencarnya dibicarakan masyarakat di era global.
Apabila Anda ingin meresensi buku terbitan lama yang relevan untuk kebutuhan pembaca saat ini tentunya bukan untuk mengajak para pembaca resensi agar mau membeli buku yang diresensi karena buku itu sudah tidak tersedia di toko buku. Tujuan penulisan resensi itu tentunya diharapkan dapat membangkitkan semangat dan memperluas pengetahuan pembaca resensi.

Tujuan Resensi Buku
Tidak ada sebuah tulisan yang tanpa memiliki tujuan, begitu pula dengan menulis resensi buku. Hanya saja, resensi, khususnya resensi buku, memiliki beberapa tujuan ditinjau dari beberapa sudut kepentingan, misalnya dari kepentingan penerbit, dari kepentingan penulis buku, kepentingan penulis resensi, maupun dari kepentingan pembaca.


Dari kepentingan penerbit, resensi buku memiliki tujuan sebagai berikut.
a. Sebagai alat promosi buku-buku yang baru diterbitkan. Dengan adanya resensi, penerbit akan merasa terbantu karena buku yang diterbitkan telah diperkenalkan kepada para pembaca. Melalui resensi, pembaca dapat mengetahui adanya buku baru dan mungkin sesuai dengan kebutuhan dirinya.
b. Untuk mendapatkan keuntungan finansial. Penerbit yang bukunya diresensi akan merasa senang karena buku yang diterbitkan akan segera laku. Dengan demikian, penerbit akan segera menerbitkan kembali buku tersebut pada cetakan berikutnya sehingga penerbit dapat mengeruk keuntungan lebih besar.


Dari kepentingan penulis buku, resensi buku memiliki tujuan sebagai berikut.
a. sebagai bahan masukan untuk penulisan buku selanjutnya karena dengan diresensinya buku yang ditulis akan diketahui kelemahan buku tersebut.
b. Untuk mengetahui kualitas buku yang ditulis.
c. Untuk menambah pendapatan karena dengan diresensinya buku yang ditulis, penulis buku akan cepat dikenal oleh para pembaca.

Dari kepentingan penulis resensi, resensi buku memiliki tujuan sebagai berikut.
a. Untuk menambah wawasan penulis resensi karena dengan menulis resensi, seorang resensator harus membaca buku yang diresensi secara utuh.
b. Untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis seorang resensator.
c. Untuk meningkatkan kemampuan penulis resensi dalam memberi penilaian dan penghargaan terhadap isi suatu buku sehingga penilaian itu diketahui para pembaca.
d. Untuk mendapatkan keuntungan finansial karena resensator akan mendapatkan imbalan dari redaktur surat kabar atau majalah apabila tulisan dimuat.


Dari kepentingan pembaca resensi, resensi buku memiliki tujuan sebagai berikut.
a. Untuk mendapatkan informasi atau pemahaman yang komprehensif tentang apa yang tampak dan terungkap dalam sebuah buku.
b. Untuk memberi pertimbangan kepada pembaca apakah sebuah buku pantas mendapat sambutan dari pembaca atau tidak.
c. Untuk mengetahui identitas buku yang patut dibaca, mulai dari judul buku, penulis, penerbit, tahun terbit, dan tebal buku.
d. Untuk mendapat bimbingan dari penulis resensi tentang buku yang pantas dibaca, serta
e. Mengajak pembaca untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan lebih jauh fenomena atau problema yang muncul pada sebuah buku.


Dari tujuan-tujuan di atas diharapkan dapat memperjelas pengertian resensi dan dapat memberikan gambaran bagaimana seharusnya menulis resensi. Hal lain yang perlu diingat adalah publikasi karya tersebut. Agar diketahui oleh para pembaca, tulisan resensi itu biasanya dimuat di surat kabar, majalah mingguan, majalah sekolah, tabloid, koran sekolah, dan majalah dinding.


Bentuk Resensi Buku
Tulisan berbentuk resensi buku tentunya berbeda dengan artikel ataupun esai. Resensi buku memiliki bagian-bagian: (1) judul resensi, (2) identitas buku yang diresensi, (3) sampul buku yang diresensi, (4) pengantar, (5) isi buku, (6) keunggulan dan kelemahan buku, dan (7) penutup yang berisi arahan kepada pembaca. Bagian-bagian tersebut perlu ada dalam sebuah resensi agar tujuan resensi yang paling utama, yaitu sebagai alat promosi benar-benar dapat tercapai.

Judul Resensi
Judul resensi tentunya berbeda dengan judul buku yang diresensi. Judul buku Bahasa, Masyarakat dan Kekuasaan apabila diresensi, resensinya dapat berbunyi Bahasa, Media Massa, dan Kekuasaan. Judul resensi diperlukan sebagai nama (tanda) yang menunjukkan wajah resensi itu sendiri. Untuk itu, judul resensi hendaknya: (1) provokatif (menarik), (2) tidak terlalu panjang (usahakan tidak berupa kalimat), dan (3) sesuai dengan isi resensi.
Judul resensi yang menarik dapat merangsang keinginan orang lain untuk membaca buku yang diresensi. Judul resensi yang baik dapat membuat orang lain penasaran karena ada beberapa kata dalam judul yang perlu mendapatkan penjelasan. Penggunaan kata tragedi akan lebih menarik dibanding dengan kata musibah. Begitu juga judul resensi Psikologi Anak ala Lindgren mungkin lebih menarik dibanding dengan judul Psikologi Anak. Hal itu disebabkan adanya penggunaan kata Lindgren. Penggunaan kata tersebut dapat membuat keingintahuan pembaca terhadap maksud judul tersebut. Padahal, setelah resensi dibaca, yang dimaksud Lindgren adalah penulis buku tersebut.
Judul juga jangan sampai terlalu panjang, apalagi sampai dalam bentuk kalimat kompleks. Judul resensi cukup berupa klausa ataupun frasa saja. Dengan berupa klausa ataupun frasa, pembaca akan tergelitik untuk mengetahui isi resensi yang sebenarnya. Judul resensi Saya Ingin Membedah Konsep dan Aplikasi CSR terkesan terlalu panjang. Judul ini dapat diperbaiki menjadi Penuntun Aplikasi CSR yang terasa singkat dan lebih dapat menggelitik pembaca untuk membaca resensi secara utuh.
Meskipun judul resensi telah provokatif dan tidak terlalu panjang, resensator juga perlu bertanya-tanya dalam hati apakah judul resensi yang dipilih sudah sesuai dengan isi resensi. Judul resensi yang tidak sesuai dengan isi tentunya dapat membuat pembaca merasa bingung dan merasa tertipu. Hal ini perlu dihindari oleh seorang resensator.

Identitas Buku
Bagian kedua dalam sebuah resensi buku adalah identitas buku. Identitas buku yang perlu dicantumkan dalam sebuah resensi meliputi: judul buku, nama pengarang, penerbit, tahun terbit, kota penerbitan, ukuran buku (bila perlu), dan jumlah halaman buku yang diresensi. Data ini akan memberikan gambaran yang jelas pada pembaca resensi yang tertarik untuk memiliki dan membaca buku tersebut. Yang tidak perlu dicantumkan dalam identitas buku adalah harga buku. Hal itu disebabkan harga buku pada setiap toko buku tentunya berbeda-beda.
Bagaimana dengan penulisan judul dan pengarang buku dalam resensi? Apabila buku yang Anda resensi berupa buku terjemahan, Anda perlu juga menuliskan judul aslinya. Begitu juga dengan pengarangnya, pengarang asli buku terjemahan juga perlu dituliskan. Apabila dalam buku tersebut ada editor atau penyuntingnya, hal itu juga perlu dituliskan dalam identitas buku sehingga informasi lengkap tentang buku itu dapat diketahui oleh pembaca resensi.


Sampul Buku
Sampul buku merupakan bagian dari identitas buku yang perlu disampaikan kepada pembaca resensi. Sampul buku pada resensi dapat di-scan agar tampak lebih menarik dan lebih mirip dengan sampul aslinya. Dengan menampilkan sampul buku diharapkan dapat mempermudah calon pembeli untuk mendapatkan buku yang dicari.

Pembuka Resensi
Seperti halnya apabila Anda ingin meminjam sesuatu pada teman Anda, tentunya akan lebih sopan dan indah apabila Anda mulai dengan sebuah pembuka, begitu pula dalam menulis sebuah resensi. Sebelum masuk pada substansi buku yang diresensi, Anda perlu memberikan pembuka yang berfungsi untuk mempersiapkan para pembaca terhadap apa yang akan dibaca dalam resensi.
Kegiatan awal yang membutuhkan keterampilan khusus pada diri resensator adalah menguraikan atau memaparkan sebuah pembuka resensi yang menarik. Menariknya sebuah pembuka dalam sebuah resensi diharapkan dapat membangkitkan semangat seseorang untuk membaca resensi secara utuh. Untuk itu, seorang resensator harus benar-benar terampil dalam menuliskan sebuah pembuka resensi.
Menuliskan sebuah pembuka dalam sebuah resensi bak mengucapkan kata cinta pertama kali pada kekasih kita. Akan tetapi, apabila sudah terucap, selanjutnya akan lancar-lancar saja. Begitu juga dengan menuliskan sebuah pembuka resensi. Mulailah dengan apa yang ingin Anda ungkapkan, misalnya menguraikan tentang memaparkan pengarang buku, seperti: nama lengkap, asal, prestasi, kekhasan, buku-buku yang pernah ditulis, pendidikan, dan asal pengarang. Perhatikan contoh!
Siapa yang tidak mengenal sosok Amir Hamzah. Seorang sastrawan angkatan Pujangga Baru yang banyak menelorkan puisi-puisi cinta dan religi. Sosok sastrawan yang sangat cinta dengan tanah airnya sehingga puisi-puisinya tak jarang dihiasi dengan kata-kata daerah asalnya. Penyair yang sangat produktif dengan berbagai karya puisinya, misalnya Padamu Jua, Ibuku Dehulu, dan Karena Kasihmu.

Pembuka resensi dapat pula diisi dengan keunikan buku yang diresensi dari segi bentuk dan ukuran buku, tema, kemewahan cetakan, atau jenis kertas yang digunakan. Selain itu, resensator dalam pembuka resensi dapat pula mengungkapkan kesan pertama yang muncul setelah melihat buku yang akan diresensi, uraian tentang penerbit buku, memulai dengan pertanyaan yang berhubungan dengan tema buku, menampilkan sebuah dialog dengan pembaca, atau membandingkan buku yang diresensi dengan buku yang sejenis. Yang jelas, usahakan muncul kemenarikan pada diri pembaca resensi di awal-awal membaca resensi sehingga mau berlama-lama untuk menyelami isi resensi secara utuh.



Isi Buku
Setelah berhasil menuliskan pembuka resensi yang menarik, resensator perlu mengungkapkan sinopsis isi buku yang diresensi. Kegiatan ini membutuhkan tenaga ekstra pada diri resensator karena harus membaca buku yang diresensi sampai tuntas. Tidak cukup dengan membaca saja, resensator hendaknya perlu memahami isi buku tersebut.
Bagian resensi yang memaparkan isi buku ini berisi pokok-pokok isi buku secara garis besar sehingga pembaca dapat memahami isinya dengan cepat. Dalam mengungkapkan isi pokok buku yang diresensi, seorang resensator dapat melakukan dengan cara menuliskan isi pokok secara berurutan sesuai dengan urutan uraian dalam buku yang diresensi. Apabila ini dilakukan, resensator dapat menampilkan halaman buku yang berisi pokok tersebut. Sebaliknya, apabila resensator tidak memperhatikan urutan dalam mengungkapkan isi pokok buku yang diresensi, resensator tidak perlu mencantukan halaman. Perhatikan contoh!

Penilaian
Penilaian tentang keunggulan dan kelemahan buku yang diresensi perlu ada dalam sebuah resensi. Di sinilah yang membedakan antara resensi dengan bentuk tulisan lain, misalnya apresiasi. Dalam resensi selalu dipaparkan pemberian penilaian secara objektif tentang bahasa yang digunakan, kelancaran penjelasan, pembatasan bab, kelengkapan isi, kualitas pencetakan, dan sebagainya.
Paparan tentang keunggulan buku perlu mendapatkan penekanan lebih dibanding dengan kelemahan buku. Hal itu disebabkan tujuan utama dari sebuah resensi adalah sebagai alat promosi. Apabila seorang resensator lebih banyak mengungkapkan kelemahan buku justru akan merugikan penerbit dan penulis buku tersebut.
Seorang resensator dapat menilai keunggulan buku dari segi penggunaan bahasa maupun kelancaran penjelasan melalui kegiatan membandingkan dengan buku yang sejenis, baik yang ditulis oleh pengarang yang sama atau dengan pengarang yang berbeda. Misalnya dengan kalimat Buku ini tampaknya lebih dapat diterima oleh pembaca karena selalu memberikan contoh-contoh konkret tentang berbagai bentuk tulisan. Hal itu tidak ditemukan pada buku-buku lain yang sejenis.

Akhir Resensi
Selain sebagai alat promosi, tujuan resensi adalah untuk mengarahkan pembaca terhadap buku yang perlu dibaca. Untuk itu, di akhir resensi seorang resensator hendaknya dapat menunjukkan sasaran buku ini, apakah untuk orang tua, anak-anak, para remaja, untuk ahli gizi, untuk para pendidik, atau untuk umum. Hal itu perlu diungkapkan secara eksplisit.
Resensator hendaknya juga mampu memaparkan tentang alasan sasaran tersebut. Dengan alasan yang kuat diharapkan dapat menggelitik pembaca dari kalangan tertentu untuk membeli buku yang diresensi. Hanya saja, dalam sebuah resensi, dapat pula resensator mengakhir dengan ajakan sekaligus pesan pengarang terhadap organisasi/instansi yang dibahas dalam resensi. Resensator dapat pula mengakhiri resensinya dengan sebuah kesimpulan. Pendek kata, akhir sebuah resensi memang pada umumnya berisi sasaran pembaca, tetapi dapat juga dengan yang lain.

Langkah-langkah Menulis Resensi
Pada saat menulis resensi, resensator harus betul-betul menguasai dan mengetahui isi dan identitas buku yang akan diresensi. Buku tersebut hendaknya dibaca berulang-ulang dan diberi tanda apabila ditemukan hal-hal khusus, misalnya keunggulannya, kelemahannya, isi pokoknya, maupun tentang penggunaan bahasanya. Pemahaman terhadap isi buku dapat membantu kelancaran seorang resensator dalam menyelesaikan tulisannya.
Setelah Anda merasa siap, segeralah menulis resensi. Penundaan dalam menulis resensi dapat membuat resensator mengalami kendala dalam menuangkan ide-ide yang sebenarnya telah dipersiapkan sebelumnya. Unsur kelupaan dimungkinkan terjadi apabila resensator menunda penulisan resensi. Selain itu, penundaan juga dapat membuat buku yang diresensi sudah tidak aktual lagi. Untuk itu, segeralah menulis resensi apabila dirasa siap dengan langkah-langkah sebagai berikut.
• Lakukan penjajakan terhadap buku yang akan diresensi dengan membaca judul, memperhatikan halaman identitas buku yang meliputi penerbit, tahun penerbitan, serta baca isi buku secara sekilas dengan memperhatikan daftar isi.
• Kenali latar belakang penulisan buku yang akan diresensi dengan membaca pengantar yang ada di dalamnya, baik pengantar dari penulis buku, penerbit, maupun dari seorang pakar apabila ada.
• Bacalah seluruh isi buku sampai tuntas, komprehensif, dan cermat mulai dari kata pengantar sampai pada bab akhir. Buatlah catatan-catatan kecil ketika Anda membaca atau dengan memberi tanda tertentu dengan stabilo pada kutipan yang hendak Anda sajikan dalam resensi.
• Buatlah sinopsis atau ikhtisar isi buku berdasarkan catatan dan tanda khusus yang telah Anda buat. Usakan sinopsis maupun ikhtisar yang Anda buat benar-benar mewakili isi buku.
• Lakukan penilaian terhadap buku yang Anda resensi dengan menunjukkan keunggulan dan kelemahannya, baik dari segi bahasa, pembatasan bab, kerangka penulisan, sistematika, bobot ide, maupun aspek teknis lainnya.
• Buatlah outline (kerangka) resensi sebelum menulis resensi secara utuh sehingga Anda memiliki arahan dalam menyelesaikan tulisan Anda.
• Segeralah menulis resensi dengan berpedoman pada hal-hal yang telah Anda siapkan, jangan Anda tunda di kesempatan lain.
• Koreksi kembali resensi Anda dari segi bahasa dan isi, termasuk pengetikannya. Lakukan revisi apabila diperlukan.
• Kirimkan hasil resensi Anda pada majalah/koran sekolah, Mading, atau surat kabar. Jangan lupa sertakan surat pengantar saat pengiriman.

Nasihat untuk Resensator Pemula
Mahasiswa jurusan bahasa Indonesia (khususnya Anak FBS UNIMED) perlu membekali diri dengan kemampuan menulis resensi. Sebagai peresensi pemula, Anda perlu memperhatikan beberapa nasihat di bawah ini.
1. Lengkapilah diri Anda dengan ilmu yang sesuai dengan bidang Anda melalui kegiatan membaca. Membaca merupakan kunci sukses seorang resensator.
2. Janganlah membatasi jenis buku yang harus dibaca karena seorang resensator juga memerlukan pengetahuan yang mendalam terhadap berbagai disiplin ilmu secarakomprehensif.
3. Tingkatkan kemampuan menulis resensi Anda dengan banyak membaca berbagai contoh resensi yang sudah dimuat dalam surat kabar atau majalah sebagai bahan pembelajaran.
4. Selalulah membuka-buka informasi tentang buku baru dan memiliki tema yang layak untuk diresensi, baik melalui internet, majalah, maupun surat kabar.
5. Kirimkan hasil resensi Anda pada majalah/koran sekolah, atau Mading, atau apabila memungkinkan Anda dapat mengirimkan ke majalah atau surat kabar yang memiliki visi sesuai dengan buku yang Anda resensi. Hasil resensi buku tentang politik tentunya tidak untuk dikirimkan pada majalah keluarga.
6. Selalulah berpikir positif apabila resensi Anda belum layak untuk dimuat. Kegagalan merupakan jalan untuk menuju kesuksesan. Coba sekali lagi dan jangan berhenti sebelum Anda berhasil.

From: http://en.situsbahasa.info/2011/12/menulis-resensi-buku.html?tag=mynewamazon-20







Senin, 12 Desember 2011

BAHASA INDONESIA BAKU PEMAKAIANNYA DENGAN BAIK DAN BENAR

Istilah bahasa baku telah dikenal oleh masyarakat secara luas. Namun
pengenalan istilah tidak menjamin bahwa mereka memahami secara
komprehensif konsep dan makna istilah bahasa baku itu. Hal ini terbukti
bahwa masih banyak orang atau masyarakat berpendapat bahasa baku
sama dengan bahasa yang baik dan benar. “Kita berusaha agar dalam
situasi resmi kita harus berbahasa yang baku. Begitu juga dalam situasi
yang tidak resmi kita berusaha menggunakan bahasa yang baku”. (Pateda,
1997 : 30).







Slogan “pergunakanlah bahasa Indonesia dengan baik dan benar”,
tampaknya mudah diucapkan, namun maknanya tidak jelas. Slogan itu
hanyalah suatu retorika yang tidak berwujud nyata, sebab masih diartikan
bahwa di segala tempat kita harus menggunakan bahasa baku. Demikian
juga, masih ada cibiran bahwa bahasa baku itu hanya buatan pemerintah
agar bangsa ini dapat diseragamkan dalam bertindak atau berbahasa.
“Manakah ada bahasa baku, khususnya bahasa Indonesia baku? “Manalah
ada bahasa Indonesia lisan baku”? “Manalah ada masyarakat atau orang
yang mampu menggunakan bahasa baku itu, sebab mereka berasal dari
daerah”. Atau mereka masih selalu dipengaruhi oleh bahasa daerahnya
jika mereka berbahasa Indonesia secara lisan.
Dengan gambaran kondisi yang demikian itu, di dalam bab ini dibahas
tentang pengertian bahasa baku, pengertian bahasa nonbaku, pengertian
bahasa Indonesia baku, fungsi pemakaian bahasa baku dan bahasa
nonbaku. Terakhir dibahas tentang ciri-ciri bahasa baku dan bahasa
nonbaku, serta berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Bab 1: Bahasa Indonesia Baku Pemakaiannya …


1. Pengertian Bahasa Baku
Di dalam pengantar dikemukakan bahwa masih banyak orang yang
menyamakan pengertian bahasa baku dengan bahasa yang baik dan
benar. Bahasa yang dipergunakan di dalam situasi tidak resmipun
dianggap sebagai bahasa baku. Makna baku tampaknya tidak dipahami
secara benar, apalagi makna bahasa baku. Hal ini disebabkan oleh
keengganan orang mencari makna istilah baku dan bahasa baku itu di
dalam kamus Umum atau Kamus Istilah Linguistik, baik dari bahasa
Indonesia maupun dari bahasa Asing, terutama dalam bahasa Inggris.
Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta menuliskan:
baku I
Jawa, (1) yang menjadi pokok, yang sebenarnya; (2) sesuatu
yang dipakai sebagai dasar ukuran (nilai, harga; standar).
baku II
saling (1976 : 79).
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1988 : 71), kata baku
juga ada dijelaskan.
baku I
(1) pokok, utama; (2) tolok ukur yang berlaku untuk kuantitas
atau kualitas dan yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan;
standar;
baku II
saling
Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Badudu dan Zain
menjelaskan makna kata baku.
baku I
(Jawa) yang menjadi pokok; (2) yang utama; standar.
baku II
(Manado), saling (1996 : 114)
Baku dalam bahasa baku di dalam 3 Kamus di atas bermakna sama
dengan baku I. Oleh karena itu, bahasa baku ialah bahasa yang menjadi
pokok, yang menjadi dasar ukuran, atau yang menjadi standar. Penjelasan Bab 1: Bahasa Indonesia Baku Pemakaiannya …


makna kata itu tentu saja belum cukup untuk memahami konsep yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, istilah bahasa baku itu akan dijelaskan
lagi secara luas di bawah ini.
Istilah bahasa baku dalam bahasa Indonesia atau standard language
dalam bahasa Inggris dalam dunia ilmu bahasa atau linguistik pertama
sekali diperkenalkan oleh Vilem Mathesius pada 1926. Ia termasuk
pencetus Aliran Praha atau The Prague School. Pada 1930, B. Havranek
dan Vilem Mathesius merumuskan pengertian bahasa baku itu. Mereka
berpengertian bahwa bahasa baku sebagai bentuk bahasa yang telah
dikodifikasi, diterima dan difungsikan sebagai model atau acuan oleh
masyarakat secara luas (A Standard language can tentatively be definite
as a codified form of language accepted by and serving as a model for a
large speech community) (Garvin, 1967 dalam Purba, 1996 : 52).
Pengertian bahasa baku di atas diikuti dan diacu oleh pakar bahasa dan
pengajaran bahasa baik di barat maupun di Indonesia. Di dalam
Dictionary Language and Linguistics, Hartman dan Strok berpengertian
bahasa baku adalah ragam bahasa yang secara sosial lebih digandrungi
dan yang sering didasarkan bahasa orang-orang yang berpendidikan di
dalam atau di sekitar pusat kebudayaan atau suatu masyarakat bahasa
(Standard language is the socially favourite variaty of a langauage, often
based on the speech of educated population in and a round the cultural
and or political cntre of the speech community) (1972 : 218).
Di dalam Sociolinguistics A Critical Survey of Theory and Application,
Dittmar berpengertian bahwa bahasa baku adalah ragam bahasa dari suatu
masyarakat bahasa yang disahkan sebagai norma keharusan bagi
pergaulan sosial atas dasar kepentingan dari pihak-pihak dominan di
dalam masyarakat itu. Tindakan pengesahan itu dilakukan melalui
pertimbangan-pertimbangan nilai yang bermotivasi sosial politik (The
standard is that speech variety of a language community which is
legitimized as a the obligatory norm form social intercourse on the
strength of the interest of dominant forces in that social. The act of
legitimized a norm is effected by means of value judgement which have
sociopolitical motivation) (1976 : 8).

Di dalam Logman Dictionary of Applied Linguistics, Richard, Jhon dan
Heidi berpengertian bahwa bahasa baku adalah ragam bahasa yang
berstatus tinggi di dalam suatu masyarakat atau bangsa dan biasa
didasarkan penutur asli yang berpendidikan di dalam berbicara dan
menulis (Standard variaty; standard variaty; standard dialect; standard
language is the variaty of a language which has on the speech and writing
of educated native speakers of the language) (1985 : 271).
Di dalam Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, Yus Rusyana
berpengertian bahwa bahasa baku atau bahasa standar adalah suatu
bahasa yang dikodifikasikan, diterima, dan dijadikan model oleh
masyarakat bahasa yang lebih luas (1984 : 104). Di dalam Tatabahasa
Rujukan Bahasa Indonesia untuk Tingkat Pendidikan Menengah, Gorys
Keraf berpengertian bahwa bahasa baku adalah bahasa yang dianggap
dan diterima sebagai patokan umum untuk seluruh penutur bahasa itu
(1991 : 8).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, jelas bahwa bahasa baku itu
adalah bentuk bahasa yang telah dikodifikasi atau ditetapkan, diterima
dan difungsikan sebagai model oleh masyarakat secara luas. Di dalam
pengertian bahasa baku itu terdapat 3 aspek yang saling menyatu, yaitu
kodifikasi, keberterimaan, difungsikan sebagai model. Ketiganya dibahas
di bawah ini.
Istilah kodifikasi adalah terjemahan dari “codification” bahasa Inggris.
Kodifikasi diartikan sebagai hal memberlakukan suatu kode atau aturan
kebahasaan untuk dijadikan norma di dalam berbahasa (Alwasilah, 1985 :
121).
Masalah kodifikasi berkait dengan masalah ketentuan atau ketetapan
norma kebahasaan. Norma-norma kebahasaan itu berupa pedoman tata
bahasa, ejaan, kamus, lafal, dan istilah.
Kode kebahasaan sebagai norma itu dikaitkan juga dengan praanggapan
bahwa bahasa baku itu berkeseragaman. Keseragaman kode kebahasaan
diperlukan bahasa baku agar efisien, karena kaidah atau norma jangan
berubah setiap saat. Kodifikasi yang demikian diistilahkan oleh Moeliono
sebagai kodifikasi bahasa menurut struktur bahasa sebagai sebuah sistem
komunikasi (1975 : 2).
Kodifikasi kebahasaan juga dikaitkan dengan masalah bahasa menurut
situasi pemakai dan pemakaian bahasa. Kodifikasi ini akan menghasilkan
ragam bahasa. Perbedaan ragam bahasa itu akan tampak dalam
pemakaian bahasa lisan dan tulis. Dengan demikian kodifikasi
kebahasaan bahasa baku akan tampak dalam pemakaian bahasa baku.
Bahasa baku atau bahasa standar itu harus diterima atau berterima bagi
masyarakat bahasa. Penerimaan ini sebagai kelanjutan kodifikasi bahasa
baku. Dengan penerimaan ini bahasa baku mempunyai kekuatan untuk
mempersatukan dan menyimbolkan masyarakat bahasa baku.
Bahasa baku itu difungsikan atau dipakai sebagai model atau acuan oleh
masyarakat secara luas. Acuan itu dijadikan ukuran yang disepakati
secara umum tentang kode bahasa dan kode pemakaian bahasa di dalam
situasi tertentu atau pemakaian bahasa tertentu.
Ketiga aspek yang terdapat di dalam konsep bahasa baku itu kodifikasi,
keberterimaan, difungsikan atau dipakai sebagai model, berkesatuan utuh
dan saling berkait, baik dalam menentukan kode bahasa maupun kode
pemakaian bahasa baku. Hal ini akan dirinci pada pembahasan ciri-ciri
dan fungsi bahasa baku dan pemakaian bahasa baku.
2. Pengertian Bahasa Nonbaku
Istilah bahasa nonbaku ini terjemahan dari “nonstandard language”.
Istilah bahasa nonstandar ini sering disinonimkan dengan istilah “ragam
subbaku”, “bahasa nonstandar”, “ragam takbaku”, bahasa tidak baku”,
“ragam nonstandar”.
Richards, Jhon, dan Heidi berpengertian bahwa bahasa nonstandar
adalah bahasa yang digunakan dalam berbicara dan menulis yang berbeda
pelafalan, tatabahasa, dan kosakata dari bahasa baku dari suatu bahasa
(nonstandard, used of speech or writing which differs in pronunciation,
grammar, or vocabulary from the standard variety of the language) (1985 :
193).
Crystal berpengertian bahwa bahasa nonbaku adalah bentuk-bentuk
bahasa yang tidak memenuhi norma baku, yang dikelompokkan sebagai
subbaku atau nonbaku (linguistic forms or dialects which do not conform
to this norm are then refered to as sub-standard or nonstandard) (1985 :
286).
Suharianto berpengertian bahwa bahasa nonstandar atau bahasa tidak
baku adalah salah satu variasi bahasa yang tetap hidup dan berkembang
sesuai dengan fungsinya, yaitu dalam pemakaian bahasa tidak resmi
(1981 : 23).
Alwasilah berpengertian bahwa bahasa tidak baku adalah bentuk bahasa
yang biasa memakai kata-kata atau ungkapan, struktur kalimat, ejaan dan
pengucapan yang tidak biasa dipakai oleh mereka yang berpendidikan
(1985 : 116).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, jelas bahwa bahasa nonstandar
adalah ragam yang berkode bahasa yang berbeda dengan kode bahasa
baku, dan dipergunakan di lingkungan tidak resmi.
3. Pengertian Bahasa Indonesia Baku dan Nonbaku
Pengertian bahasa baku dan bahasa nonbaku telah diuraikan pada
bahagian terdahulu. Berdasarkan pengertian itu akan dikaitkan dengan
bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang
bentuk bahasanya telah dikodifikasi, diterima, dan difungsikan atau
dipakai sebagai model oleh masyarakat Indonesia secara luas.
Bahasa Indonesia nonbaku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia
yang tidak dikodifikasi, tidak diterima dan tidak difungsikan sebagai
model masyarakat Indonesia secara luas, tetapi dipakai oleh masyarakat
secara khusus.
4. Tumbuhnya Bahasa Indonesia Baku
Ketika bahasa Indonesia diterima dan diresmikan sebagai bahasa
persatuan dan bahasa negara Republik Indonesia tidak ada yang
meramalkan bahwa akan tumbuh keanekaragaman dalam bahasa itu.
Demikian juga, tidak ada yang memikirkan bahwa bahasa Indonesia itu
akan mempunyai dialek dan ragam bahasa. Tidak ada yang menyangka
kecuali beberapa pakar yang memiliki wawasan sosiolinguistik bahwa
“bahasa Indonesia seragam” hanyalah merupakan semboyan kosong.
Suatu kenyataan yang wajar bahwa dalam pertumbuhan bahasa Indonesia
mempunyai variasi-variasi bahasa seperti halnya bahasa manusia lainnya
di dunia ini. Variasi-variasi bahasa yang ada dalam bahasa Indonesia
terjadi karena kehidupan pemaikanya semakin lama semakin kompleks.
Jika semula bahasa Indonesia mempunyai bahasa tulis seperti yang
dipakai dalam buku, majalah, dan surat kabar, maka kemudian bahasa
Indonesia juga mempunyai ragam lisan, yang dipakai orang Indonesia
untuk berkomunikasi secara langsung. Bila semua bahasa Indonesia
hanya dipakai untuk keperluan resmi seperti dalam perundang-undangan,
dunia pendidikan, upacara resmi, maka kemudian bahasa Indonesia juga
dipakai untuk keperluan tidak resmi seperti yang dipakai dalam surat
menyurat antara orang yang akrab, sapa-menyapa antara orang tua dan
anak-anaknya, tawar-menawar di toko, dan di pasar. Bila pada mulanya
bahasa Indonesia hanya dipergunakan sebagai bahasa pertama, khususnya
oleh generasi muda yang tidak lagi fasih berbahasa daerah.
Memang agak aneh kedengarannya bahasa Indonesia mempunyai dialek
atau variasi bahasa. Tetapi memang demikian adanya. Maklumlah bahasa
Indonesia adalah bahasa manusia yang wajar.
Keanekaragaman bahasa Indonesia itu tumbuh secara wajar sebab telah
terjadi diversifikasi fungsi. Bila semula bahasa Indonesia hanya berfungsi
terbatas, maka kemudian fungsi itu semakin banyak dan semakin ruwet.
Tetapi, karena bahasa Indonesia harus tetap menjadi alat komunikasi
yang efisien, timbullah proses lain yang disebut proses sentripetal berupa
penataan secara alamiah pelbagai dialek atau ragam bahasa itu sesuai
dengan fungsinya yang baru. Pembagian tugas di antara semua dialek
bahasa Indonesia. Dengan adanya pembagian tugas itu diversifikasi
fungsi bukanlah menyebabkan kekacauan, melainkan menumbuhkan
patokan atau standar yang jelas bagi pemakai bahasa. Tumbuhnya standar
ini disebut standardisasi bahasa atau pembakuan bahasa.
Dalam standardisasi ini ragam-ragam bahasa tertentu menjadi bahasa
standar atau bahasa baku, ragam bahasa lainnya menjadi bahasa
nonstandar atau bahasa tidak baku. Adanya bahasa standar atau bahasa
baku dan bahasa nonstandar atau bahasa tidak baku tidak berarti bahwa
bahasa baku lebih baik lebih benar atau lebih betul dari pada bahasa
nonstandar atau bahasa tidak baku. Bukan di situ persoalannya. Kita
memakai bahasa secara baik bila kita menggunakan bahasa standar sesuai
dengan fungsinya. Demikian juga, kita menggunakan bahasa secara salah
bila kita menggunakan bahasa nonstandar untuk fungsi bahasa standar.
Oleh sebab itu, memakai bahasa baku tidak dengan sendirinya berarti
memakai bahasa yang baik dan benar karena bahasa baku tidak sama
dengan bahasa yang baik dan benar. Materi ini akan dibahas secara luas
dalam bahagian pemakaian bahasa baku dan bahasa nonbaku dengan baik
dan benar.
5. Fungsi Bahasa Indonesia Baku
Bahasa Indonesia baku mempunyai empat fungsi, yaitu pertama,
pemersatu; kedua, penanda kepribadian; ketiga, penambah wibawa; dan
keempat, kerangka acuan.
Pertama, bahasa Indonesia baku berfungsi pemersatu. Bahasa Indonesia
baku mempersatukan atau memperhubungkan penutur berbagai dialek
bahasa itu. Bahasa Indonesia baku mempersatukan mereka menjadi satu
masyarakat bahasa Indonesia baku. Bahasa Indonesia baku mengikat
kebhinekaan rumpun dan bahasa yang ada di Indonesia dengan mangatasi
batas-batas kedaerahan. Bahasa Indonesia baku merupakan wahana atau
alat dan pengungkap kebudayaan nasional yang utama. Fungsi pemersatu
ini ditingkatkan melalui usaha memberlakukannya sebagai salah satu
syarat atau ciri manusia Indonesia modern.
Kedua, bahasa Indonesia baku berfungsi sebagai penanda kepribadian.
Bahasa Indonesia baku merupakan ciri khas yang membedakannya
dengan bahasa-bahasa lainnya. Bahasa Indonesia baku memperkuat
perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa Indonesia baku.
Dengan bahasa Indonesia baku kita menyatakan identitas kita. Bahasa
Indonesia baku berbeda dengan bahasa Malaysia atau bahasa Melayu di
Singapura dan Brunai Darussalam. Bahasa Indonesia baku dianggap
sudah berbeda dengan bahasa Melayu Riau yang menjadi induknya.
Ketiga, bahasa Indonesia baku berfungsi penambah wibawa. Pemilikan
bahasa Indonesia baku akan membawa serta wibawa atau prestise. Fungsi
pembawa wibawa berkaitan dengan usaha mencapai kesederajatan
dengan peradaban lain yang dikagumi melalui pemerolehan bahasa baku.
Di samping itu, pemakai bahasa yang mahir berbahasa Indonesia baku
“dengan baik dan benar” memperoleh wibawa di mata orang lain. Fungsi
yang meyangkut kewibawaan itu juga terlaksana jika bahasa Indonesia
baku dapat dipautkan dengan hasil teknologi baru dan unsur kebudayaan
baru. Warga masyarakat secara psikologis akan mengidentifikasikan
bahasa Indonesia baku dengan masyarakat dan kebudayaan modern dan
maju sebagai pengganti pranata, lembaga, bangunan indah, jalan raya
yang besar. Gengsi juga melekat pada bahasa Indonesia karena ia
dipergunakan oleh masyarakat yang berpengaruh yang menambah
wibawa pada setiap orang yang mampu menggunakan bahasa Indonesia
baku.
Keempat, bahasa Indonesia baku berfungsi sebagai kerangka acuan.
Bahasa Indonesia baku berfungsi sebagai kerangka acuan bagi
pemakainya dengan adanya norma atau kaidah yang dikodifikasi secara
jelas. Norma atau kaidah bahasa Indonesia baku itu menjadi tolok ukur
pemakaian bahasa Indonesia baku secara benar. Oleh karena itu,
penilaian pemakaian bahasa Indonesia baku dapat dilakukan. Norma atau
kaidah bahasa Indonesia baku juga menjadi acuan umum bagi segala
jenis pemakaian bahasa yang menarik perhatian karena bentuknya yang
khas, seperti bahasa ekonomi, bahasa hukum, bahasa sastra, bahasa iklan,
bahasa media massa, surat-menyurat resmi, bentuk surat keputusan,
undangan, pengumuman, kata-kata sambutan, ceramah, dan pidato.
6. Konteks Pemakaian Bahasa Indonesia Baku
Bahasa Indonesia baku dipakai di dalam beberapa konteks.
Pertama, dalam komunikasi resmi, yaitu dalam surat-menyurat resmi
atau dinas, pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi
resmi, perundang-undangan, penamaan dan peristilahan resmi.
Kedua, dalam wacana teknis, yaitu dalam laporan resmi dan karangan
ilmiah berupa makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan laporan hasil
penelitian.
Ketiga, pembicaraan di depan umum, yaitu ceramah, kuliah, khotbah.
Keempat, pembicaraan dengan orang yang dihormati, yaitu atasan dengan
bawahan di dalam kantor, siswa dan guru di kelas atau di sekolah, guru
dan kepala sekolah di pertemuan-pertemuan resmi, mahasiswa dan dosen
di ruang perkuliahan.
Di dalam konteks pertama dan kedua didukung oleh bahasa Indonesia
baku tulis. Konteks kedua dan ketiga didukung oleh bahasa Indonesia
baku lisan. Di luar konteks itu dipergunakan bahasa Indonesia nonbaku
atau bahasa Indonesia nonstandar.
7.Ciri-Ciri Bahasa Indonesia Baku
Di samping kesepakatan tentang fungsi-fungsi dan konteks pemakaian
bahasa Indonesia baku ternyata ada konsekuensi yang cukup luas di
antara pemakaian bahasa Indonesia baku tentang ciri-ciri bahasa
Indonesia baku yang mencakup kegramatikal dan keleksikalannya.
Ciri-ciri bahasa Indonesia baku dan bahasa Indonesia nonbaku telah
dibuat oleh para pakar bahasa dan pengajaran bahasa Indonesia. Mereka
itu antara lain Harimurti Kridalaksana, Anton M. Moeliono, dan Suwito.
Ciri-ciri bahasa Indonesia dan bahasa Indonesia nonbaku itu dibeberkan
di bawah ini setelah merangkum ciri-ciri yang ditentukan atau yang telah
dibuat oleh para pakar tersebut.
Ciri-ciri Bahasa Indonesia Baku sebagai berikut:
(1)Pelafalan sebagai bahagian fonologi bahasa Indonesia baku adalah
pelafalan yang relatif bebas dari atau sedikit diwarnai bahasa
daerah atau dialek.
Misalnya, kata / keterampilan / diucapkan / ketrampilan / bukan /
ketrampilan
(2)Bentuk kata yang berawalan me- dan ber- dan lain-lain sebagai
bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis atau diucapkan
secara jelas dan tetap di dalam kata.
Misalnya:
Banjir menyerang kampung yang banyak penduduknya itu.
Kuliah sudah berjalan dengan baik.
(3)Konjungsi sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku
ditulis secara jelas dan tetap di dalam kalimat.
Misalnya:
Sampai dengan hari ini ia tidak percaya kepada siapa pun, karena
semua diangapnya penipu.
(4)Partikel -kah, -lah dan -pun sebagai bahagian morfologi bahasa
Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap di dalam kalimat.
Misalnya:
Bacalah buku itu sampai selesai!
Bagaimanakah cara kita memperbaiki kesalahan diri?
Bagaimanapun kita harus menerima perubahan ini dengan lapang
dada.
(5)Preposisi atau kata dengan sebagai bahagian morfologi bahasa
Indonesia baku dituliskan secara jelas dan tetap dalam kalimat.
Misalnya:
Saya bertemu dengan adiknya kemarin.
Ia benci sekali kepada orang itu.
(6)Bentuk kata ulang atau reduplikasi sebagai bahagian morfologi
bahasa Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap sesuai dengan
fungsi dan tempatnya di dalam kalimat.
Mereka-mereka itu harus diawasi setiap saat.
Semua negara-negara melaksanakan pembangunan ekonomi.
Suatu titik-titik pertemuan harus dapat dihasilkan dalam
musyawarah itu.
(7)Kata ganti atau polaritas tutur sapa sebagai bahagian morfologi
bahasa Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap dalam kalimat.
Misalnya:
Saya – anda bisa bekerja sama di dalam pekerjaan ini.
Aku – engkau sama-sama berkepentingan tentang problem itu.
Saya – Saudara memang harus bisa berpengertian yang sama.
(8)Pola kelompok kata kerja aspek + agen + kata kerja sebagai
bahagian kalimat bahasa Indonesia baku ditulis dan diucapkan
secara jelas dan tetap di dalam kalimat.
Misalnya:
Surat Anda sudah saya baca.
Kiriman buku sudah dia terima.
(9)Konstruksi atau bentuk sintesis sebagai bahagian kalimat bahasa
Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap di
dalam kalimat.
Misalnya:
saudaranya
dikomentari
mengotori
harganya
(10)Fungsi gramatikal (subyek, predikat, obyek sebagai bahagian
kalimat bahasa Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara jelas
dan tetap dalam kalimat.
Misalnya:
Kepala Kantor pergi keluar negeri.
Rumah orang itu bagus.
(11)Struktur kalimat baik tunggal maupun majemuk ditulis atau
diucapkan secara jelas dan tetap sebagai bahagian kalimat bahasa
Indonesia baku di dalam kalimat.
Misalnya:
Mereka sedang mengikuti perkuliahan dasar-dasar Akuntansi I.
Sebelum analisis data dilakukannya, dia mengumpulkan data
secara sungguh-sungguh.
(12)Kosakata sebagai bahagian semantik bahasa Indonesia baku ditulis
atau diucapkan secara jelas dan tetap dalam kalimat.
Misalnya:
Mengapa, tetapi, bagaimana, memberitahukan, hari ini, bertemu,
tertawa, mengatakan, pergi, tidak begini, begitu, silakan.
(13)Ejaan resmi sebagai bahagian bahasa Indonesia baku ditulis secara
jelas dan tetap baik kata, kalimat maupun tanda-tanda baca sesuai
dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
(14)Peristilahan baku sebagai bahagian bahasa Indonesia baku dipakai
sesuai dengan Pedoman Peristilahan Penulisan Istilah yang
dikeluarkan oleh Pemerintah melalui Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa (Purba, 1996 : 63 – 64).
Ciri-ciri bahasa Indonesia baku secara umum sama antara lisan dan tulis.
Badudu dengan jelas mengemukakan bahwa “berbahasa lisan ………..
baku dalam kegiatan resmi seperti bentuk dan susunan bahasa tulis”
(1992 : 42).
Di dalam buku mereka, Speaking Naturally Communication Skills in
American English, Bruce Tillit dan Maru Newton Bruder
mengungkapkan bahwa “tuturan formal berkarakteristik informasinya
tersurat dalam kalimat-kalimat juga cenderung komplit yang
dipertentangkan dengan kalimat potongan” (1936 : vii).
Gleason juga mengemukakan bahwa “Struktur bahasa lisan menunjukkan
kesamaan di dalam berbagai hal dengan struktur bahasa tulis” (Syafi’I,
1984 : 42).
8. Pemakaian Bahasa Indonesia Baku dan Nonbaku dengan Baik
dan Benar
Kita sering mendengar dan membaca semboyan “Pergunakanlah Bahasa
Indonesia dengan Baik dan Benar”. Makna semboyan itu sering pula
diartikan bahwa kita harus berbahasa baku atau kita harus menghindarkan
pemakaian bahasa nonbaku. Bahasa baku sama maknanya dengan bahasa
yang baik dan benar. Hal ini terjadi karena konsep di dalam semboyan itu
sangat kabur. Konsep yang benar atau semboyan yang benar adalah
“Pergunakanlah Bahasa Indonesia Baku dengan Baik dan Benar”,
“Pergunakanlah Bahasa Nonbaku dengan Baik dan Benar”.
“Pergunakanlah Bahasa Indonesia Baku dan Nonbaku dengan Baik dan
Benar”.
Bahasa Indonesia Baku dan Nonbaku mempunyai kode atau ciri bahasa
dan fungsi pemakaian yang berbeda. Kode atau ciri dan fungsi setiap
ragam bahasa itu saling berkait. Bahasa Indonesia baku berciri seragam,
sedangkan ciri bahasa Indonesia nonbaku beragam.
Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah bahasa yang dibakukan atau
yang dianggap baku adalah pemakaian bahasa Indonesia baku dengan
benar adalah pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah bahasa atau
gramatikal bahasa baku.
Sebaliknya pemakaian bahasa Indonesia nonbaku dengan benar adalah
pemakaian bahasa yang tidak mengikuti kaidah bahasa atau gramatikal
baku, melainkan kaidah gramatikal nonbaku.
Pemakaian bahasa Indonesia baku dengan baik adalah pemakaian bahasa
Indonesia yang mengikuti atau sesuai dengan fungsi pemakaian bahasa
baku. Pemakaian bahasa Indonesia nonbaku dengan baik adalah
pemakaian bahasa yang tidak mengikuti atau sesuai dengan fungsi
pemakaian bahasa Indonesia nonbaku.
Pemakaian bahasa Indonesia baku dengan baik dan benar adalah
pemakaian bahasa yang sesuai dengan fungsi dan ciri kode bahasa
Indonesia baku. Pemakaian bahasa Indonesia nonbaku dengan baik dan
benar adalah pemakaian bahasa yang sesuai dengan fungsi pemakaian
dan ciri bahasa Indonesia nonbaku.
Konsep baik dan benar dalam pemakaian bahasa Indonesia baik baku
maupun nonbaku saling mendukung saling berkait. Tidaklah logis ada
pemakaian bahasa Indonesia yang baik, tetapi tidak benar. Atau tidaklah
logis ada pemakaian bahasa yang benar tetapi tidak baik. Oleh karena itu,
konsep yang benar adalah pemakaian bahasa yang baik harus juga
merupakan pemakaian bahasa yang benar. Atau sebaliknya.
Harimurti Kridalaksana memperjelas bahwa adanya bahasa baku atau
bahasa standar dan bahasa nonbaku atau bahasa nonstandar bukan berarti
bahwa bahasa baku atau bahasa standar lebih baik, lebih benar atau lebih
betul daripada bahasa non baku atau bahasa nonstandar. Bukan disitu
permasalahannya. Kita memakai bahasa secara betul atau baik bila kita
menggunakan bahasa baku sesuai dengan fungsinya. Demikian juga, kita
mempergunakan bahasa secara betul atau baik bila kita mempergunakan
bahasa nonbaku atau bahasa nonstandar sesuai dengan fungsinya. Kita
menggunakan bahasa secara salah atau tidak benar bila kita menggunakan
bahasa standar untuk fungsi bahasa nonstandar. Oleh karena itu, memakai
bahasa baku tidak dengan sendirinya berarti memakai bahasa yang baik
dan benar. Bahasa baku tidak sama dengan bahasa yang baik dan benar
(1981 : 19).
Daftar Pustaka
Alwasiah, A, Ch, 1985, Beberapa Madhjab dan Dikotomi Teori
Linguistik, Angkasa, Bandung.
Badudu, J.S, 1985, Cakrawala Bahasa Indonesia I, Gramedia, Jakarta.
Badudu, J.S, 1992, Cakrawala Bahasa Indonesia II, Gramedia, Jakarta.
Crystal, D, 1985, A Dictionary of Linguistics and Phonology, Basil
Blakwell, New York.
Depdikbud, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta.
Dittmar, N, 1976, Sosiolinguistics, A Critical Survey of Theory and
Aplication, Edward Arnol, London.
Hartmann and Stork, 1972, Dictionary of Language and Linguistics,
Applied Science, London.
Kridalaksana, H, 1981, “Bahasa Indonesia Baku”, dalam Majalah
Pembinaan Bahasa Indonesia, Jilid II, Tahun 1981, 17-24,
Bhratera, Jakarta.
Keraf, G, 1991, Tatabahasa Indonesia Rujukan Bahasa Indonesia untuk
Pendidikan Menengah, Gramedia, Jakarta.
Moeliono, A, M, 1975, Sosiolinguistik, Angkasa, Bandung.
Poerwadarminta, W.J.S, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta.
Rusyana, Y, 1984, Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan,
Dipenogoro, Bandung.
Suherianto, 1981, Kompas Bahasa, Pengantar Berbahasa Indonesia yang
Baik dan Benar, Widya Duta, Surakarta.