Jumat, 15 Juli 2011

BELAJAR MENAHAN SABAR

Pada pagi hari, penulis berbincang-bincang dengan abangnya, yang juga seorang jurnalis di salah satu surat kabar di kota Medan. Abangnya bercerita tentang kisah asli yang sudah disadur dalam bentuk buku. Ceritanya begini:



Seorang wanita, sebut saja namanya Bunga, mencintai teman satu sekolahnya, sebut saja namanya Joko. Mereka saling mencintai dan berpacaran dari SMP sampai SMA. Mereka saling setia, walaupun kini mereka berbeda tempat kuliah. Komunikasi merupakan kunci utama dalam menjalin kesetiaan.
Namun ada teman satu kuliah Bunga, sebut saja namanya Anto. Anto sangat mencintai Bunga. Segala daya upaya telah diupayakan, hanya demi mengejar cinta Bunga. Namun Bunga menolak cinta Anto, karena di dalam hatinya sudah ada lelaki lain, yaitu Joko. Perkataan Bunga menyinggung perasaan Anto.
Setelah tamat kuliah, Joko pun segera melamar Bunga. Segala rencana sudah disusun sedemikian rupa. Tinggal melangsungkan akad nikahnya. Namun tiba-tiba, Joko menghilang. Tidak ada yang tau keberadaan si Joko. Termasuk orang tua Joko. Kehilangan Joko, membuat hati Bunga menjadi sedih. Namun Bunga terus melanjutkan hidupnya, walaupun Joko entah berada dimana.
Beberapa tahun kemudian, Bunga berjumpa dengan Anto. Anto telah mendengar kabar bahwa Joko telah menghilang saat melangsungkan pernikahan. Anto melihat peluang untuk berusaha mendapatkan hati Bunga kembali. Bunga, yang saat ini sudah hancur redam, tak dapat menghindar lagi dari cinta Anto. Bunga pun mengiklaskan Joko, dan menerima cinta Anto. Anto yang dulu tidak pernah mengenal kata menyerah dan rajin bekerja berhasil mendapatkan hati Bunga. Mereka pun menikah.
Namun, Anto yang dulu berbeda dengan Anto yang sekarang. Setelah memiliki 3 anak, Anto lebih sering pulang larut malam, mabuk-mabukan, dan mau bertindak kasar terhadap istrinya Bunga. Anto merasa kalau Bunga mau menikah dengannya hanya berlandaskan rasa kasihan, bukan rasa sayang atau cinta. Bunga pun merasa sedih. Dia tidak mampu menghindari perkataan suaminya. Memang begitu keadaannya. Dulu bunga yakin, seiring berjalannya waktu, dia mampu mencintai suaminya. Tapi semakin berusaha, bunga tetap tidak mampu. Akhirnya Bunga memilih pisah ranjang dan bersatu dengan kedua orang tuanya.
Beberapa tahun kemudian, ada acara reunian yang diadakan oleh alumni SMA tempat Bunga dulu sekolah. Bunga pun menghadiri acara tersebut, untuk menenangkan hatinya yang sedang bersedih. Bunga berjumpa dengan teman-temannya. Mereka saling curhat satu dengan yang lain. Hati bunga kembali merasa senang. Namun tidak berselang lama, Bunga kembali berjumpa dengan Joko, cintanya yang dulu. Hati Bunga merasa berdebar, seakan-akan tidak percaya bahwa dia bisa akan melihat Joko kembali. Joko pun melihat Bunga, tapi karena merasa malu dan bersalah, Joko berusaha menghindari Bunga. Namun Bunga berusaha mencegat Joko, dan ingin menanyakan apa yang terjadi waktu dulu, sewaktu Joko pergi meninggalkannya.
Akhirnya Joko pun cerita. Pada malam hari sebelum pernikahan, Anto mendatangi rumahnya dan mengacungkan senjata kearah kepalanya. Anto mengancam akan menembak Joko jika pernikahan itu berlangsung. Joko pun akhirnya takut dan pergi meninggalkan rumahnya. Joko pun mulai menangis, bahwa seharusnya dia siap mati demi cintanya terhadap Bunga. Mendengar penjelasan Joko, betapa sedihnya hati Bunga. Ya, pria yang tidak dia sukai dan sekarang sudah dibenci Bunga, telah berkali-kali meniduri dirinya. Bunga akhirnya kehilangan kesadaran dirinya. Setelah mengalami depresi dan tekanan jiwa, Bunga memutuskan untuk konsultasi dengan psikiater. Sang psikiater inilah yang telah menuliskan kisah Bunga dalam bentuk buku.
Buku yang menceritakan bagaimana kita “menahan sabar”, karena kehidupan di dunia ini begitu kejam. Setelah abang penulis selesai bercerita, penulis hanya mampu diam, mengoreksi hati dan jiwa. Menatap mundur ke belakang, bahwa semenderitanya diri kita, masih ada yang sangat menderita dari kita. Penulis sadar, penderitaan kita, yang kita alami sekarang, hanyalah cambuk semangat untuk kita memandang ke atas, bahwa Tuhan adalah segala-galanya, dan memandang ke bawah, bahwa Tuhan Maha pengampun. Maka kita pun harus mau membantu dan mengampuni sesama kita manusia, baik di atas ataupun di bawah derajat kita.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar